Berita Terkini yang tidak di angkat di Media Masa dan Media Elektronik Maaf kami tidak memperdulikan Tampilan yang penting beritanya
Kamis, 14 Februari 2013
Minggu, 10 Februari 2013
SEJARAH TAHUN BARU IMLEK
Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti "malam pergantian tahun".
Sabtu, 09 Februari 2013
Mitos Angpau dan Siapa orang Pertama Yang memberikan Angpau saat tahun baru
Angpau (Hanzi: 紅包, hanyu pinyin: hong bao) adalah bingkisan dalam amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek.
Namun angpau sebenarnya bukan hanya monopoli perayaan tahun baru Imlek semata karena angpau melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpau juga ada di dalam beberapa perhelatan penting seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.
Jumlah uang yang ada dalam sebuah amplop angpau bervariasi. Untuk perhelatan yang bersifat suka cita biasanya besarnya dalam angka genap, angka ganjil untuk kematian. Oleh karena angka 4 terasosiasi dengan ketidak beruntungan - pelafalan angka 4 bisa berarti "mati" - maka jumlah uang dalam amplop angpau tidak berisi 4. Walaupun demikian, angka 8 terasosiasi untuk keberuntungan - pelafalan angka 8 berarti "kekayaan". Makanya jumlah uang dalam amplop angpau seringkali merupakan kelipatan 8
MITOS HONG BAO
Kata Nenek Moyang terdahulu orang Yang memberi Angpau /HONG BAO haruslah orang yang mamapan dan sudah menikah Jika Belum Menikah katanya akan berat jodo.
Angpau kata Nenek Moyang terdahulu bisa membuat enteng Jodoh dan cepat memiliki pasangan..
Orang yang Pertama Kali di Beri Hormat Saat TAHUN BARU IMLEK
Orang Yang pertama kali di beri hormat saat tahun baru imlek adalah kedua orang tua kita. di saat tahun baru imlek kita bersujud kepada kedua orang tua kita yang melambangkan bakti anak kepada orang tua nya.
Sabtu, 02 Februari 2013
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
![](https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/291746_10151262477892258_659947234_n.jpg)
- Dari Ibu Liem sampai John Lie: Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan
- Sumbangan Finansial
- Aksi Aksi Pro Indonesia
- Sumbangsih Di Bidang Kemiliteran
- TABEL 1 Kontribusi Orang Tionghoa dari Berbagai Daerah dalam Perjuangan Bersenjata di Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
- Referensi & Catatan Kaki
- All Pages
Jumat, 01 Februari 2013
Apa Itu Arti IMLEK
Imlek
Imlek (lafal Hokkian dari 阴历, pinyin: yin li, yang artinya kalender bulan) atau Kalender Tionghoa adalah kalender lunisolar yang dibentuk dengan kalender bulan dengan perhitungan berdasarkan Matahari
Kalender Tionghoa sekarang masih digunakan untuk memperingati berbagai hari perayaan tradisional Tionghoa dan memilih hari yang paling menguntungkan untuk perkawinan atau pembukaan usaha. Kalender Tionghoa dikenal juga dengan sebutan lain seperti "Kalender Agrikultur" (nónglì 农历/農曆), "Kalender Yin 阴历/陰曆" (karena berhubungan dengan aspek bulan), "Kalender Lama" (jìulì 旧历/舊曆) setelah "Kalender Baru" (xīnlì 新历/新曆) yaitu Kalender Masehi, diadopsi sebagai kalender resmi, dan "Kalender Xià 夏历/夏曆" yang pada hakikatnya tidak sama dengan kalender saat ini.
Pertanyaannya apakah Hokkian, Hakka, Konghu itu suku ?
Karena ada pengertian umum di Indonesia bahwa Hokkian, Hakka, Konghu dll itu suku
Pertanyaannya apakah Hokkian, Hakka, Konghu dll itu suku.
Hal ini salah besar..!
Suku bangsa terbanyak di Tiongkok adalah orang Han. Orang Han ini berasal dari kelompok yang mendiami bagian tengah dari Tiongkok yang disebut suku Hua, kemudian Huaxia, kemudian karena bagian tengah dari dataran Tiongkok disebut Tionghoa. Tiong berarti tengah dan kok adalah negara. Kebudayaan Tionghoa kuno berasal dari lembah sungai Huang He (sungai Kuning). Dari bagian hulu sungai yaitu propinsi Shaanxi dengan kota Chang'an (Tiang'an), Shanxi, Henan, Hebei sampai ke Shandong.
MASA ANTI CHINA DI ORBA
Kalau mau berbicara mengenai Diskrimasi terhadap Warga Keturunan Tionghoa di Indonesia , maka akan sangat banyak aspek yang harus dibahas dan kita juga bingung untuk memulainya dari mana karena saking banyaknya aturan2 dan larangan2 yang terutama dibuat oleh rezim Orde baru untuk mendukung pen-diskrimasian terhadap Warga Keturunan Tionghoa, hal ini juga berkaitan dengan sangat lamanya waktu pen-diskrimasian sesuai dengan masa kuasa Orde baru yang 32 tahun lamanya .
Fakta Di Balik Sumpah Pemuda
Hari ini adalah tgl 28 Oktober bertepatan dng Hari SUMPAH PEMUDA yang dilakukan oleh para pemuda pada 84 tahun lalu .
Secara berkesinambungan Semangat Sumpah Pemuda ini telah mulai memicu adanya Nilai2 Nasionalisme yang akhirnya semangat itu “meledak” dalam bentuk Proklamasi Indonesia yang dilakukan oleh SUKARNO – MOCH HATTA dengan dukungan penuh dari para Pemuda Pejuang.
Kalau dilihat dari sejarahnya maka memang harus diakui bahwa para pemuda kita ini sudah dari dulu punya kesadaran Politik yang tinggi dan mereka tak mau lagi dijajah oleh Belanda .
Secara berkesinambungan Semangat Sumpah Pemuda ini telah mulai memicu adanya Nilai2 Nasionalisme yang akhirnya semangat itu “meledak” dalam bentuk Proklamasi Indonesia yang dilakukan oleh SUKARNO – MOCH HATTA dengan dukungan penuh dari para Pemuda Pejuang.
Kalau dilihat dari sejarahnya maka memang harus diakui bahwa para pemuda kita ini sudah dari dulu punya kesadaran Politik yang tinggi dan mereka tak mau lagi dijajah oleh Belanda .
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
![](https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/291746_10151262477892258_659947234_n.jpg)
- Dari Ibu Liem sampai John Lie: Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan
- Sumbangan Finansial
- Aksi Aksi Pro Indonesia
- Sumbangsih Di Bidang Kemiliteran
- TABEL 1 Kontribusi Orang Tionghoa dari Berbagai Daerah dalam Perjuangan Bersenjata di Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
- Referensi & Catatan Kaki
- All Pages
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
![](https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/291746_10151262477892258_659947234_n.jpg)
- Dari Ibu Liem sampai John Lie: Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan
- Sumbangan Finansial
- Aksi Aksi Pro Indonesia
- Sumbangsih Di Bidang Kemiliteran
- TABEL 1 Kontribusi Orang Tionghoa dari Berbagai Daerah dalam Perjuangan Bersenjata di Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
- Referensi & Catatan Kaki
- All Pages
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
![](https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/291746_10151262477892258_659947234_n.jpg)
- Dari Ibu Liem sampai John Lie: Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan
- Sumbangan Finansial
- Aksi Aksi Pro Indonesia
- Sumbangsih Di Bidang Kemiliteran
- TABEL 1 Kontribusi Orang Tionghoa dari Berbagai Daerah dalam Perjuangan Bersenjata di Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
- Referensi & Catatan Kaki
- All Pages
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
![](https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/291746_10151262477892258_659947234_n.jpg)
- Dari Ibu Liem sampai John Lie: Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan
- Sumbangan Finansial
- Aksi Aksi Pro Indonesia
- Sumbangsih Di Bidang Kemiliteran
- TABEL 1 Kontribusi Orang Tionghoa dari Berbagai Daerah dalam Perjuangan Bersenjata di Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
- Referensi & Catatan Kaki
- All Pages
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
![](https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/291746_10151262477892258_659947234_n.jpg)
- Dari Ibu Liem sampai John Lie: Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan
- Sumbangan Finansial
- Aksi Aksi Pro Indonesia
- Sumbangsih Di Bidang Kemiliteran
- TABEL 1 Kontribusi Orang Tionghoa dari Berbagai Daerah dalam Perjuangan Bersenjata di Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
- Referensi & Catatan Kaki
- All Pages
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan.
![](https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/291746_10151262477892258_659947234_n.jpg)
- Dari Ibu Liem sampai John Lie: Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan
- Sumbangan Finansial
- Aksi Aksi Pro Indonesia
- Sumbangsih Di Bidang Kemiliteran
- TABEL 1 Kontribusi Orang Tionghoa dari Berbagai Daerah dalam Perjuangan Bersenjata di Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
- Referensi & Catatan Kaki
- All Pages
Dahlan Iskan : Tionghoa, Dulu dan Sekarang
Dahlan Iskan : Tionghoa, Dulu dan Sekarang
Bagian Pertama
Hollands Spreken, Peranakan, dan Totok
Waktu itu belum ada negara yang disebut Indonesia, atau Malaysia, atau Singapura. Tiga negara itu masih jadi satu kesatuan wilayah ekonomi dan budaya. Kalau ada orang dari Tiongkok yang mau merantau ke wilayah itu, apa istilahnya? Tentu tidak ada istilah "mau pergi ke Indonesia". Atau "mau pergi ke Malaysia". Mereka menyebutkan dengan satu istilah dalam bahasa Mandarin: xia nan yang. Artinya, kurang lebih, turun ke laut selatan.
Bagian Pertama
Hollands Spreken, Peranakan, dan Totok
Waktu itu belum ada negara yang disebut Indonesia, atau Malaysia, atau Singapura. Tiga negara itu masih jadi satu kesatuan wilayah ekonomi dan budaya. Kalau ada orang dari Tiongkok yang mau merantau ke wilayah itu, apa istilahnya? Tentu tidak ada istilah "mau pergi ke Indonesia". Atau "mau pergi ke Malaysia". Mereka menyebutkan dengan satu istilah dalam bahasa Mandarin: xia nan yang. Artinya, kurang lebih, turun ke laut selatan.
== BUNG KARNO DAN ETNIS TIONGHOA ==
Menurut Kwee Kek
Beng, Bung Karno pada tahuan 1920-an pernah berkunjung ke kantor Harian
Sin Po dengan maksud meminta bantuan untuk sebuah majalah yang akan
diterbitkannya. Mengapa Bung Karno mengunjungi kantor Harian Sin Po ?
Karena Sin Po sebagai harian yang dikelola para jurnalis peranakan
Tionghoa mempunyai hubungan yang sangat baik dengan para pemimpin
pergerakan Kemerdekaan karena sering memuat tulisan-tulisan para
pemimpin pergerakan tersebut. Sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,
harian Sin Po lah yang memelopori penggunaan nama Indonesia menggantikan
Hindia Belanda atau Hindia Olanda. Demikian juga mingguan Sin Po lah
yang pertama memuat teks lagu Indonesia Raya. (Lihat Kwee Kek Beng “Dua
puluh lima Tahun Sebagai Wartawan”, Malang The Paragon Press, 1948. Hal .
21). Hal ini juga membantah stigma yang selama ini sering dilekatkan
kepada etnis Tionghoa bahwa etnis Tionghoa tidak ada sumbangannya dalam
perjuangan mencapai kemerdekaan.
Setelah proklamasi kemerdekaan dukungan internasional mulai mengalir antara lain dari pemerintah Repoeblik Tiongkok yang karena pentingnya, pada tanggal 27 September 1945 Presiden Soekarno secara khusus menyampaikan “Amanat Presiden Kepada Rakyat Indonesia” yang isinya secara utuh dikutip oleh mingguan Bok Tok tanggal 15 Desember 1945 sbb :
Kita semoea telah mengetahoei, bahwa menoeroet kabar radio, Pemerintah Repoeblik Tiongkok telah mengakoei hak Kemerdekaan Indonesia. Pengakoean ini adalah satoe hal yang penting sekali boeat Negara kita di mata doenia. Pengakoean ini seolah-olah mengoesoelkan dan mendorong Negara lain di atas doenia ini mengakoei Negara kita poela sebagai negara jang berhak doedoek bersama-sama dengan Negara-negara lain di atas Doenia, atas dasar “doedoek sama rendah, tegak sama tinggi”.
Saudara-saudara sekalian, inilah jang kita maksoedkan. Djasanja Pemerintah Tiongkok dalam hal ini tidaklah boleh kita loepakan dan memang joega akan tertjatat dalam sejarah perdjoeangan kita.
Berhoeboeng dengan pentingnja perhoeboengan jang baik dan rapat antara Repoeblik Indonesia dan Repoeblik Tiongkok, jang di dalam beberapa hal memang banjak mempoenjai persamaan, maka diandjoerkan soepaja seloeroeh Rakjat Indonesia akan beramah-tamah dengan bangsa Tionghoa, baik di kota maoepoen di desa-desa.
Sekali-kali djanganlah mengadakan perboeatan jang bisa meroesakkan perhoeboengan jang baik antara Negara kita dengan negara bangsa Tionghoa. Demikian poela kami mengandjoerkan kepada pendoedoek Tionghoa di Indonesia soepaja meneroeskan perhoeboengan jang baik dengan bangsa Indonesia itoe.
Inilah amanat kami jang haroes didjalankan dengan seichlas-ichlasnja
(Lihat “Etnis Tionghoa di awal Kemerdekaan Indonesia, sorotan Bok Tok, Pers Melayu-Tionghoa Desember 1945-September 1946”. Hal.7
Ketika perang kemerdekaan terjadi ekses di mana terjadi penjarahan, pembakaran dan pembunuhan etnis Tionghoa di berbagai tempat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara. (Lihat Memorandum Chung Hua Tsung Hui. “Outlining Acts Of Violence And Inhumanity Perpetrated By Indonesian Bands On Innocent Chinese Before And After The Dutch Police Action Was Enforced On July 21, 1947” dan Twang Peck Yang “The Chinese Business Elite in Indonesia and the Transition to Independence 1940-1950 ”, Kuala Lumpur, Oxford University Press, 1998.)
Hal ini sebagai akibat dibentuknya pasukan eks kriminal yang dimaksudkan untuk melawan pasukan Belanda. Sebagai contoh di Jawa Timur para narapidana kriminal dari penjara Kalisosok sengaja dibebaskan untuk direkrut dan dipersenjatai guna melawan pasukan Nica. Namun dalam prakteknya kesatuan pasukan yang bernaung di bawah Pasukan Hizbullah pimpinan Moestopo ini meneruskan perbuatan kriminal (antara lain mencuri, merampok dan membunuh) mereka dengan menjadikan orang Tionghoa sebagai sasaran baru. Sedangkan di Sumatera Utara hal yang sama juga terjadi dengan Pasukan Cap Kampak pimpinan Amat Moyan yang tunduk kepada Markas pengawal Pesindo. (Lihat: Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengisi Proklamasi, Badan Musyawarah Pejuang republik Indonesia Medan Area, Medan, 1976.)
Demikian juga sikap Bung Tomo, Pemimpin Besar B.P.R.I. (Barisan Pemberontak Rakjat Indonesia) yang melalui radio melakukan pidato yang berkobar-kobar untuk membakar semangat para pemuda di Surabaya dan sekitarnya. Namun sayangnya pidato-pidato Bung Tomo tersebut tidak bebas dari sikap rasisnya yang anti Tionghoa. Thema-thema anti Tionghoa dalam pidatonya sudah tentu menumbuhkan sentimen anti Tionghoa di kalangan masyarakat Jawa Timur.
Untuk menanggulanginya, Go Gien Tjwan sebagai juru bicara Angkatan Muda Tionghoa (AMT) mengucapkan pidato yang menekankan bahwa musuh rakyat Indonesia bukan etnis Tionghoa melainkan Belanda. Ia juga menyatakan bahwa etnis Tionghoa juga menjadi korban penjajahan Belanda dan tidak menginginkan kembalinya penjajahan Belanda. Selanjutnya Siauw Giok Tjhan bersama kawan-kawannya pergi menemui Bung Tomo agar mengubah sikapnya terhadap etnis Tionghoa, namun Bung Tomo tidak bisa diyakinkan dan tetap berpendapat bahwa sebagian besar etnis Tionghoa pro Belanda.
Pada akhir bulan Oktober 1945, Siauw Giok Tjhan memimpin delegasi pemuda Tionghoa untuk bertemu dengan Bung Tomo dan tokoh-tokoh Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Soemarsono dan Soedisman di Nangka Jajar, sebuah kota kecil yang terletak antara Surabaya dan Malang. Di dalam pertemuan tersebut berhasil disepakati bahwa pemuda-pemuda Tionghoa akan bergabung dengan BPRI dan Pesindo. (Lihat Siauw Giok Tjhan,Perjuangan seorang Patriot membangun Nasion Indonesia dan Masyarakat Bhineka Tunggal Ika. Hal. 85-86.)
Selanjutnya ketika terjadi pertempuran Surabaya, Wartawan “Merah Putih” yang terbit di Jakarta menyatakan di Surakarta mengenai kunjungannya ke medan pertempuran Surabaya antara lain, seorang pemimpin Tionghoa telah berpidato di depan corong Radio Surabaya tentang kekejaman yang dilakukan tentara Inggris terhadap rakyat Surabaya. Pidato tersebut ditujukan kepada pemerintah Chungking dan sebagai jawabnya radio Chungking telah menganjurkan kepada para pemuda Tionghoa untuk bertempur di samping rakyat Indonesia melawan keganasan tentara Inggris (Lihat Pramoedya ananta Toer dkk. “Kronik Revolusi Indonesia” Jilid I. Hal. 157-158.
Akibat pemboman pasukan Inggris, lebih dari seribu orang Tionghoa telah menjadi korban luka-luka dan meninggal dunia. Akibatnya orang Tionghoa mengorganisasikan diri ke dalam pasukan bela diri di bawah bendera Tiongkok. Mereka merebut senjata untuk melawan pasukan Inggris dan berangkat ke front pertempuran (Lihat “The Chinese Business Elite In Indonesia And The Transition To Independence 1940-1950”. ) Hal. 156.
Sehubungan dengan pertempuran Surabaya, pada tanggal 12 November 1945, Bung Karno berpidato antara lain :
“Ratusan orang Tionghoa dan Arab yang tidak bersalah dan suka damai, yang datang di negeri ini untuk berdagang, mati terbunuh dan luka-luka berat. Kurban di pihak Indonesia lebih besar lagi. Saya protes keras terhadap pemakaian senjata modern, yang ditujukan kepada penduduk kota yang tidak sanggup mempertahankan diri untuk melawan.
(Lihat Pramoedya Ananta Toer “ Hoa Kiao di Indonesia.” Hal. 155.)
Pada resepsi pembukaan Kongres Nasional ke- 8 Baperki di Istana Olahraga Bung Karno (sekarang Istora Senayan), pada tanggal 14 Maret 1963 Presdien Soekarno mengucapkan pidato yang isinya antara lain :
”……. Tujuan dari revolusi Indonesia adalah nation building, bukan di dalam arti yang sempit, sekedar membentuk satu nation Indonesia. Tidak lebih dari itu pula, nation Indonesia yang bahagia, yang hidup di dalam satu masyarakat adil dan makmur tanpa exploitation de l’homme par l’homme. Nation building dalam arti yang seluas-luasnya……… Dan saya tidak mau mengenal minoritas di Indonesia. Di Indonesia kita hanya mengenal suku-suku. Saya tidak akan berkata, suku itu adalah minoritas, suku itu adalah minoritas, suku Dayak adalah minoritas, suku Irian Barat adalah minoritas, suku yang di Sumatera Selatan itu - suku Kubu- adalah minoritas, suku Tionghoa adalah minoritas, tidak ! Tidak ada minoritas, hanya ada suku-suku, sebab manakala ada minoritas, ada mayoritas. Dan biasanya kalau ada mayoritas, dia lantas exploitation de la minorite par la majorite, exploitatie dari minoriteit majoriteit… “
(Lihat “Sumbangsih Siauw Giok Tjhan & Baperki, Dalam Sejarah Indonesia, Hasta Mitra, Mei 2000, sebuah kompilasi, Editor : Siauw Tiong Djin dan Oey Hay Djoen, Hal. 23-25.)
Dalam soal asimilasi dan ganti nama Presiden Soekarno dalam pidato Pembukaan Kongres Nasional k-8 Baperki menyatakan sebagai berikut :
“…….Ada pendirian-pendirian saya pribadi, ada, itu pribadi, saudara-saudara. Saya ulangi lagi, pribadi, mengenai soal asimilasi misalnya yang tadi Cak Siauw berkata, mbok ya jangan diutik-utik soal asimilasi. Ya, saya tidak mau ngutik-ngutik sebab Cak Siauw, wah itu bisa juga cuma menyimpangkan perhatian saja. Ya, Bung Siauw, saya tidak akan mengutak-utik. Tetapi perasaan pribadi saya, saya ini tidak kenal, saudara-saudara akan perbedaan darah itu, tidak.
Nama pun, nama saya sendiri itu, Soekarno, apa itu nama Indonesia asli ? Tidak ! Itu asalnya Sanskrit saudara-saudara, Soekarna. Nah itu Abdulgani, Arab, Ya, Cak Roeslan namanya asal Arab, Abdulgani. Nama saya asal Sanskrit, Soekarna. Pak Ali itu campuran, Alinya Arab, Sastraamidjaja itu Sanskrit, campuran dia itu.
Nah karena itu, saudara-saudara pun – ini perasaan saya persoonlijk, persoonlijk, pribadi- what is in a name ? Walau saudara misalnya mau menjadi orang Indonesia, tidak perlu ganti nama. Mau tetap nama Thiam Nio, boleh, boleh saja. Saya sendiri juga nama Sanskrit, saudara-saudara, Cak Roeslan namanya nama Arab, Pak Ali namanya campuran, Arab dan Sanskrit.
Buat apa saya mesti menuntut, orang peranakan Tionghoa yang mau menjadi anggota negara Republik Indonesia, mau menjadi orang Indonesia, mau ubah namanya, ini sudah bagus kok…Thiam Nio kok mesti dijadikan Sulastri atau Sukartini. Yah, tidak ?
Tidak ! Itu urusan prive. Agama pun prive, saya tidak campur-campur.Yang saya minta yaitu, supaya benar-benar kita menjadi orang Indonesia, benar-benar kita menjadi warganegara Republik Indonesia……..”
(Lihat “Sumbangsih Siauw Giok Tjhan & Baperki, Dalam Sejarah Indonesia, Hasta Mitra, Mei 2000, sebuah kompilasi, Editor : Siauw Tiong Djin dan Oey Hay Djoen, Hal. 29.)
Ketika terjadi Peristiwa Rasialis 10 Mei 1963, Presiden Soekarno baru pada tanggal 19 Mei 1963 mengeluarkan suatu pernyataan bahwa yang bertanggung jawab atas peristiwa rasialis ini adalah kaum kontra revolusioner termasuk sisa-sisa pemberontak PRRI/Permesta dan partai-partai terlarang Masjumi dan PSI. Tujuan dari aksi kekerasan ini adalah untuk mencemarkan nama baik Indonesia dan dirinya sebagai presiden di dunia internasional.
Namun sampai saat ini yang masih menjadi pertanyaan adalah sikapnya ketika ia menanda-tangani PP-10, yang bukan saja merusak hubungan baik dengan RRT tetapi merusak jalur distribusi di pedesaan. Ratusan ribu etnis Tionghoa terpaksa mengungsi dari pedalaman, memenuhi ibukota kabupaten dan provinsi. Sebagian lainnya terlunta-lutta di Hongkong, Macao dsbnya karena mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di pedesaan Tiongkok. Mereka pada umumnya telah turun temurun hidup di pedesaan Indonesia dan telah hidup membaur dengan penduduk setempat dan tidak dapat berbicara dalam bahasa Tionghoa lagi.
Demikianlah tulisan ini saya akhiri sampai di sini, semoga ada gunanya.
=======
Bp Benny G Setiono adalah salah satu dari 12 orang Pendiri Perhimpunan INTI dan penulis Buku Sejarah ' TIONGHOA DALAM PUSARAN POLITIK ' .
=======
Ad 3'
![](https://fbcdn-sphotos-h-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn1/21697_10151279425832258_1311021046_n.jpg)
Setelah proklamasi kemerdekaan dukungan internasional mulai mengalir antara lain dari pemerintah Repoeblik Tiongkok yang karena pentingnya, pada tanggal 27 September 1945 Presiden Soekarno secara khusus menyampaikan “Amanat Presiden Kepada Rakyat Indonesia” yang isinya secara utuh dikutip oleh mingguan Bok Tok tanggal 15 Desember 1945 sbb :
Kita semoea telah mengetahoei, bahwa menoeroet kabar radio, Pemerintah Repoeblik Tiongkok telah mengakoei hak Kemerdekaan Indonesia. Pengakoean ini adalah satoe hal yang penting sekali boeat Negara kita di mata doenia. Pengakoean ini seolah-olah mengoesoelkan dan mendorong Negara lain di atas doenia ini mengakoei Negara kita poela sebagai negara jang berhak doedoek bersama-sama dengan Negara-negara lain di atas Doenia, atas dasar “doedoek sama rendah, tegak sama tinggi”.
Saudara-saudara sekalian, inilah jang kita maksoedkan. Djasanja Pemerintah Tiongkok dalam hal ini tidaklah boleh kita loepakan dan memang joega akan tertjatat dalam sejarah perdjoeangan kita.
Berhoeboeng dengan pentingnja perhoeboengan jang baik dan rapat antara Repoeblik Indonesia dan Repoeblik Tiongkok, jang di dalam beberapa hal memang banjak mempoenjai persamaan, maka diandjoerkan soepaja seloeroeh Rakjat Indonesia akan beramah-tamah dengan bangsa Tionghoa, baik di kota maoepoen di desa-desa.
Sekali-kali djanganlah mengadakan perboeatan jang bisa meroesakkan perhoeboengan jang baik antara Negara kita dengan negara bangsa Tionghoa. Demikian poela kami mengandjoerkan kepada pendoedoek Tionghoa di Indonesia soepaja meneroeskan perhoeboengan jang baik dengan bangsa Indonesia itoe.
Inilah amanat kami jang haroes didjalankan dengan seichlas-ichlasnja
(Lihat “Etnis Tionghoa di awal Kemerdekaan Indonesia, sorotan Bok Tok, Pers Melayu-Tionghoa Desember 1945-September 1946”. Hal.7
Ketika perang kemerdekaan terjadi ekses di mana terjadi penjarahan, pembakaran dan pembunuhan etnis Tionghoa di berbagai tempat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara. (Lihat Memorandum Chung Hua Tsung Hui. “Outlining Acts Of Violence And Inhumanity Perpetrated By Indonesian Bands On Innocent Chinese Before And After The Dutch Police Action Was Enforced On July 21, 1947” dan Twang Peck Yang “The Chinese Business Elite in Indonesia and the Transition to Independence 1940-1950 ”, Kuala Lumpur, Oxford University Press, 1998.)
Hal ini sebagai akibat dibentuknya pasukan eks kriminal yang dimaksudkan untuk melawan pasukan Belanda. Sebagai contoh di Jawa Timur para narapidana kriminal dari penjara Kalisosok sengaja dibebaskan untuk direkrut dan dipersenjatai guna melawan pasukan Nica. Namun dalam prakteknya kesatuan pasukan yang bernaung di bawah Pasukan Hizbullah pimpinan Moestopo ini meneruskan perbuatan kriminal (antara lain mencuri, merampok dan membunuh) mereka dengan menjadikan orang Tionghoa sebagai sasaran baru. Sedangkan di Sumatera Utara hal yang sama juga terjadi dengan Pasukan Cap Kampak pimpinan Amat Moyan yang tunduk kepada Markas pengawal Pesindo. (Lihat: Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengisi Proklamasi, Badan Musyawarah Pejuang republik Indonesia Medan Area, Medan, 1976.)
Demikian juga sikap Bung Tomo, Pemimpin Besar B.P.R.I. (Barisan Pemberontak Rakjat Indonesia) yang melalui radio melakukan pidato yang berkobar-kobar untuk membakar semangat para pemuda di Surabaya dan sekitarnya. Namun sayangnya pidato-pidato Bung Tomo tersebut tidak bebas dari sikap rasisnya yang anti Tionghoa. Thema-thema anti Tionghoa dalam pidatonya sudah tentu menumbuhkan sentimen anti Tionghoa di kalangan masyarakat Jawa Timur.
Untuk menanggulanginya, Go Gien Tjwan sebagai juru bicara Angkatan Muda Tionghoa (AMT) mengucapkan pidato yang menekankan bahwa musuh rakyat Indonesia bukan etnis Tionghoa melainkan Belanda. Ia juga menyatakan bahwa etnis Tionghoa juga menjadi korban penjajahan Belanda dan tidak menginginkan kembalinya penjajahan Belanda. Selanjutnya Siauw Giok Tjhan bersama kawan-kawannya pergi menemui Bung Tomo agar mengubah sikapnya terhadap etnis Tionghoa, namun Bung Tomo tidak bisa diyakinkan dan tetap berpendapat bahwa sebagian besar etnis Tionghoa pro Belanda.
Pada akhir bulan Oktober 1945, Siauw Giok Tjhan memimpin delegasi pemuda Tionghoa untuk bertemu dengan Bung Tomo dan tokoh-tokoh Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Soemarsono dan Soedisman di Nangka Jajar, sebuah kota kecil yang terletak antara Surabaya dan Malang. Di dalam pertemuan tersebut berhasil disepakati bahwa pemuda-pemuda Tionghoa akan bergabung dengan BPRI dan Pesindo. (Lihat Siauw Giok Tjhan,Perjuangan seorang Patriot membangun Nasion Indonesia dan Masyarakat Bhineka Tunggal Ika. Hal. 85-86.)
Selanjutnya ketika terjadi pertempuran Surabaya, Wartawan “Merah Putih” yang terbit di Jakarta menyatakan di Surakarta mengenai kunjungannya ke medan pertempuran Surabaya antara lain, seorang pemimpin Tionghoa telah berpidato di depan corong Radio Surabaya tentang kekejaman yang dilakukan tentara Inggris terhadap rakyat Surabaya. Pidato tersebut ditujukan kepada pemerintah Chungking dan sebagai jawabnya radio Chungking telah menganjurkan kepada para pemuda Tionghoa untuk bertempur di samping rakyat Indonesia melawan keganasan tentara Inggris (Lihat Pramoedya ananta Toer dkk. “Kronik Revolusi Indonesia” Jilid I. Hal. 157-158.
Akibat pemboman pasukan Inggris, lebih dari seribu orang Tionghoa telah menjadi korban luka-luka dan meninggal dunia. Akibatnya orang Tionghoa mengorganisasikan diri ke dalam pasukan bela diri di bawah bendera Tiongkok. Mereka merebut senjata untuk melawan pasukan Inggris dan berangkat ke front pertempuran (Lihat “The Chinese Business Elite In Indonesia And The Transition To Independence 1940-1950”. ) Hal. 156.
Sehubungan dengan pertempuran Surabaya, pada tanggal 12 November 1945, Bung Karno berpidato antara lain :
“Ratusan orang Tionghoa dan Arab yang tidak bersalah dan suka damai, yang datang di negeri ini untuk berdagang, mati terbunuh dan luka-luka berat. Kurban di pihak Indonesia lebih besar lagi. Saya protes keras terhadap pemakaian senjata modern, yang ditujukan kepada penduduk kota yang tidak sanggup mempertahankan diri untuk melawan.
(Lihat Pramoedya Ananta Toer “ Hoa Kiao di Indonesia.” Hal. 155.)
Pada resepsi pembukaan Kongres Nasional ke- 8 Baperki di Istana Olahraga Bung Karno (sekarang Istora Senayan), pada tanggal 14 Maret 1963 Presdien Soekarno mengucapkan pidato yang isinya antara lain :
”……. Tujuan dari revolusi Indonesia adalah nation building, bukan di dalam arti yang sempit, sekedar membentuk satu nation Indonesia. Tidak lebih dari itu pula, nation Indonesia yang bahagia, yang hidup di dalam satu masyarakat adil dan makmur tanpa exploitation de l’homme par l’homme. Nation building dalam arti yang seluas-luasnya……… Dan saya tidak mau mengenal minoritas di Indonesia. Di Indonesia kita hanya mengenal suku-suku. Saya tidak akan berkata, suku itu adalah minoritas, suku itu adalah minoritas, suku Dayak adalah minoritas, suku Irian Barat adalah minoritas, suku yang di Sumatera Selatan itu - suku Kubu- adalah minoritas, suku Tionghoa adalah minoritas, tidak ! Tidak ada minoritas, hanya ada suku-suku, sebab manakala ada minoritas, ada mayoritas. Dan biasanya kalau ada mayoritas, dia lantas exploitation de la minorite par la majorite, exploitatie dari minoriteit majoriteit… “
(Lihat “Sumbangsih Siauw Giok Tjhan & Baperki, Dalam Sejarah Indonesia, Hasta Mitra, Mei 2000, sebuah kompilasi, Editor : Siauw Tiong Djin dan Oey Hay Djoen, Hal. 23-25.)
Dalam soal asimilasi dan ganti nama Presiden Soekarno dalam pidato Pembukaan Kongres Nasional k-8 Baperki menyatakan sebagai berikut :
“…….Ada pendirian-pendirian saya pribadi, ada, itu pribadi, saudara-saudara. Saya ulangi lagi, pribadi, mengenai soal asimilasi misalnya yang tadi Cak Siauw berkata, mbok ya jangan diutik-utik soal asimilasi. Ya, saya tidak mau ngutik-ngutik sebab Cak Siauw, wah itu bisa juga cuma menyimpangkan perhatian saja. Ya, Bung Siauw, saya tidak akan mengutak-utik. Tetapi perasaan pribadi saya, saya ini tidak kenal, saudara-saudara akan perbedaan darah itu, tidak.
Nama pun, nama saya sendiri itu, Soekarno, apa itu nama Indonesia asli ? Tidak ! Itu asalnya Sanskrit saudara-saudara, Soekarna. Nah itu Abdulgani, Arab, Ya, Cak Roeslan namanya asal Arab, Abdulgani. Nama saya asal Sanskrit, Soekarna. Pak Ali itu campuran, Alinya Arab, Sastraamidjaja itu Sanskrit, campuran dia itu.
Nah karena itu, saudara-saudara pun – ini perasaan saya persoonlijk, persoonlijk, pribadi- what is in a name ? Walau saudara misalnya mau menjadi orang Indonesia, tidak perlu ganti nama. Mau tetap nama Thiam Nio, boleh, boleh saja. Saya sendiri juga nama Sanskrit, saudara-saudara, Cak Roeslan namanya nama Arab, Pak Ali namanya campuran, Arab dan Sanskrit.
Buat apa saya mesti menuntut, orang peranakan Tionghoa yang mau menjadi anggota negara Republik Indonesia, mau menjadi orang Indonesia, mau ubah namanya, ini sudah bagus kok…Thiam Nio kok mesti dijadikan Sulastri atau Sukartini. Yah, tidak ?
Tidak ! Itu urusan prive. Agama pun prive, saya tidak campur-campur.Yang saya minta yaitu, supaya benar-benar kita menjadi orang Indonesia, benar-benar kita menjadi warganegara Republik Indonesia……..”
(Lihat “Sumbangsih Siauw Giok Tjhan & Baperki, Dalam Sejarah Indonesia, Hasta Mitra, Mei 2000, sebuah kompilasi, Editor : Siauw Tiong Djin dan Oey Hay Djoen, Hal. 29.)
Ketika terjadi Peristiwa Rasialis 10 Mei 1963, Presiden Soekarno baru pada tanggal 19 Mei 1963 mengeluarkan suatu pernyataan bahwa yang bertanggung jawab atas peristiwa rasialis ini adalah kaum kontra revolusioner termasuk sisa-sisa pemberontak PRRI/Permesta dan partai-partai terlarang Masjumi dan PSI. Tujuan dari aksi kekerasan ini adalah untuk mencemarkan nama baik Indonesia dan dirinya sebagai presiden di dunia internasional.
Namun sampai saat ini yang masih menjadi pertanyaan adalah sikapnya ketika ia menanda-tangani PP-10, yang bukan saja merusak hubungan baik dengan RRT tetapi merusak jalur distribusi di pedesaan. Ratusan ribu etnis Tionghoa terpaksa mengungsi dari pedalaman, memenuhi ibukota kabupaten dan provinsi. Sebagian lainnya terlunta-lutta di Hongkong, Macao dsbnya karena mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di pedesaan Tiongkok. Mereka pada umumnya telah turun temurun hidup di pedesaan Indonesia dan telah hidup membaur dengan penduduk setempat dan tidak dapat berbicara dalam bahasa Tionghoa lagi.
Demikianlah tulisan ini saya akhiri sampai di sini, semoga ada gunanya.
=======
Bp Benny G Setiono adalah salah satu dari 12 orang Pendiri Perhimpunan INTI dan penulis Buku Sejarah ' TIONGHOA DALAM PUSARAN POLITIK ' .
=======
Ad 3'
![](https://fbcdn-sphotos-h-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn1/21697_10151279425832258_1311021046_n.jpg)
Jangan Sebut Mereka China
Jangan Sebut Mereka China !
Beberapa waktu yang lalu, saya dan beberapa teman berkesempatan mengikuti sebuah konfrensi mahasiswa Kristen di Singapura. Karena keterbatasan dana, maka kami akhirnya menempuh perjalanan via Kuala Lumpur Malaysia. Karena ongkos bus Kuala Lumpur - Singapura sangat terjangkau maka akhirnya kami mengikuti rute itu. Namun ternyata rute tersebut membuat pihak imigrasi Singapura sangat selektif dan sangat berhati-hati memeriksa berkas, tujuan, uang, sebelum kami diizinkan masuk ke Singapura.
Karena kondisi itulah, akhirnya seorang teman kami sempat ditahan di imigrasi Singapura. Penahanan itu tentu saja berujung kepada keterlambatan untuk mengikuti acara konfrensi. Sehingga panitia harus menjemput kami dan menjelaskan tujuan dan maksud kami ke Singapura. Setelah menunjukkan berbagai surat-surat, akhirnya kamipun dapat keluar dari imigrasi Singapura dan tiba diacara konfrensi.
PARA "PENDEKAR SILAT" TIONGHOA DENGAN 'JURUS' PRIBUMI
Memang sangat susah untuk mengungkapkan kegelisahan yang bersinggungan dengan kondisi sosial-budaya yang terkadang sangat alergi untuk diwacanakan.
Dari judul tulisan tersebut, saya berharap akan bermunculan tanggapan dari orang-orang atau golongan di luar warga keturunan Tionghoa. Dengan begitu akan terbangun komunikasi yang tak hentinya dalam media sosial. Hanya sayangnya, orang-orang Indonesia [entah itu WNI atau WNIketurunan] adalah masyarakat yang suka lupa. Syukurlah jika seseorang lupa akan kebaikan yang diberikannya, cuma tragisnya tidak sedikit yang lupa akan keburukan yang telah ditaburnya.
KECAP MANIS -- Awalnya adalah Makanan Peranakan
Siapa tidak mengenal cairan hitam pekat ini? Terutama di Indonesia dan orang-orang Indonesia rasanya tidak ada yang tidak mengenalnya. Dari Sabang sampai Merauke, dari Greenland sampai New Zealand, dari Hawaii sampai ke ujung berung di Brazil atau di pelosok desa kecil di Canada, rasanya mengenal apa yang disebut kecap ini.
Langganan:
Postingan (Atom)